icon-category News

Awas, Fedofilia Mengintai Kita

  • 22 Mar 2017 WIB
Bagikan :

Kasus fedofilia kembali marak di sejumlah wilayah di Tanah Air. Maraknya penggunaan media sosial yang tak terkontrol diduga sebagai pemicunya. 

Pesatnya perkembangan teknologi informasi memang tak terelakkan. Di samping dampak positif, kondisi ini juga melahirkan sejumlah dampak negatif. Salah satunya adalah kejahatan fedofilia yang marak terjadi akibat penggunaan sosial media tanpa kontrol.

Anak-anak yang keranjingan bermain medsos rentan menjadi korban fedofil akibat terjerat umpan atau tipu daya yang ditebar para pelaku pedofilia. Di media sosial terbesar, Facebook, muncul grup yang menyebarkan konten pornografi anak. Namanya Official Loly Candy's 18+.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berencana memanggil pihak korporasi Facebook terkait dengan kasus pedofilia yang dilakukan melalui akun Official Loly Candy's 18+. Akun tersebut sempat menghebohkan publik karena menyebarkan konten pornografi anak-anak. Bahkan muncul istilah predator anak di medsos buatan Mark Zuckerberg.

Melihat kegaduhan yang cukup meresahkan ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) angkat suara. Facebook, kata KPAI, tak bisa lepas langan. “KPAI minta tanggung jawab penyedia platform, dalam hal ini Facebook,” tegas Ketua KPAI Asronun Niam Sholeh, sebagaiman dilansir Tempo.co.

Asrorun mengatakan pihaknya menemukan indikasi pelanggaran berupa pembiaran terhadap munculnya konten negatif. Pembiaran ini, menurutnya, bisa dilaporkan karena memiliki konsekuensi hukum.

Meskipun begitu, KPAI memilih berdiskusi lebih dulu dengan Facebook dan kementerian terkait. Sebab, kasus pedofilia Loly Candy bukanlah kejahatan pertama yang memanfaatkan Facebook. "Akan ada pemanggilan khusus terhadap Facebook, berdiskusi soal pertanggungjawaban perlindungan anak," tandasnya.

alt-img

Polisi telah menahan empat pelaku yang berperan sebagai administrator akun Loly Candy's 18+. Mereka adalah Wawan, 27 tahun, SHDW (16), DS (24), dan DF (17). Satu tersangka lain yang ditangkap berinisial AAJ. Ia ditangkap di Bekasi pada 16 Maret lalu karena perannya sebagai anggota grup.

Saat ini, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya masih memeriksa AAJ karena dia mengaku mengunggah banyak konten porno ke kelompok tersebut.

"Kami masih mendalami yang tersangka AAJ ini. Kemarin dia kan ngakunya baru meng-upload video saja konten-konten porno di kelompok itu. Kami akan dalami apakah ada korban apa tidak," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, sebagaimana dilaporkan Suara.com.

Polisi masih memastikan apakah anak-anak dalam video dan foto yang diunggah AAJ merupakan anak Indonesia atau bukan. Polisi menyita barang bukti berupa dua unit laptop dan satu telepon genggam yang berisi ribuan konten porno anak.

AAJ mengaku baru bergabung ke dalam grup tersebut pada September 2016. Member Official Candys Grup berasal dari berbagai negara. Anak-anak yang telah teridentifikasi menjadi korban sebanyak 13 orang berusia tiga sampai 12 tahun.

Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) Pratama Persadha mengemukakan, praktik prostitusi anak umumnya menggunakan Facebook Group tertutup. Di situ mereka berburu korban, berbagi dan juga bertransaksi satu sama lain.

“Dari bukti yang ada, bahkan mereka merencanakan menculik beberapa anak yang mereka sukai," kata Pratama kepada kantor berita Antara.

Menurut dia, banyak pelaku pedofil yang menggunakan beberapa aplikasi perpesanan instan, seperti WeChat dan Bee Messenger yang bisa memberi tahu ‘calon pembeli’ bahwa ada ‘anak penghibur’ yang siap dalam area beberapa kilometer.

Selanjutnya, mereka bisa saling kontak dan menawarkan saat itu juga. Aplikasi chat dengan model base location ini mulai banyak dipakai, dan tampaknya juga digunakan oleh para predator anak.

Guna mencegah hal itu terus berulang, menurut Pratama, tidak bisa hanya dengan pendekatan hukum. Pratama berujar, pemerintah perlu mengedukasi dan menyosialisasi keamanan bermedia sosial berinternet. "Tidak hanya pada anak sebagai korban, tetapi jauh lebih penting pada para orang tua," ia menegaskan.

korban anak

Di Mataram, Lombok, NTB, polisi menangkap tersangka fedofilia asal Italia bernama BG (70). BG yang diduga melakukan tindakan pencabulan terhadap enam korban telah menjalani proses penahanan tahap pertama selama 20 hari.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) AKBP Tri Budi Pangastuti mengatakan, BG masih akan menjalani proses penahanan tahap kedua. Sebab, proses penyidikan masih berlanjut untuk mengumpulkan bukti terkait aktivitas kejinya tersebut.

"Penyidik butuh keterangan tambahan," ujar dia di Mapolda NTB, Selasa (21/3) sebagaimana dikutip Republika.co.id.

Polda NTB kini tengah memeriksa seluruh barang bukti perangkat elektronik milik BG berupa telepon genggam, laptop, dan tablet miliknya. Tri mengungkapkan, sebanyak enam korban telah dikumpulkan untuk dimintai keterangan. Empat dari enam korban merupakan anak-anak di bawah usia 17 tahun. Sedangkan, dua korban lainnya ialah dewasa.

Maraknya kasus fedofilia ini mengundang keprihatinan sejumlah pihak. Artis Nikita Mirzani mengutuk keras para pelaku. Niki, sapaan akrabnya, meminta pelaku pedofilia dihukum berat dengan dipotong kemaluannya.

"Gua nggak suka sama pedofil soalnya gua punya anak kecil laki-laki dan perempuan. Mereka biadab banget kalau bisa dipotong anunya sampai abis," tegas Niki.

"Jika anak telah menjadi korban, maka orang tua harus memeluk dan mendengar keluhan dengan sabar. Jika ada gangguan kesehatan dan kejiwaan segera bawa ke dokter atau psikolog. Orang tua harus melaporkan kejahatan tersebut ke kantor polisi, agar pelakunya ditindak," sambung dia.

Dampak yang ditimbulkan pada korban yakni gangguan kesehatan seperti rasa nyeri pada alat kelamin atau lubang dubur, gangguan kejiwaan, prestasi menurun, dan saat dewasa menjadi pelaku kejahatan yang sama.

ilustrasi

Pedofilia artinya adalah gangguan seksual berupa nafsu seksual terhadap remaja yang berada di usia di bawah 14 tahun. Hal ini lebih sering dikenal dengan aksi pelecehan seksual anak. Pedofilia sendiri merupakan kejahatan luar biasa dengan ancaman hukuman hingga 18 tahun penjara.

Modus pelaku pedofilia yakni senang bergaul dengan anak-anak untuk mencari mangsa. Ada yang menyamar sebagai pelatih permainan kesukaan anak seperti sepakbola. Ada pula yang bersikap baik seperti membelikan bakso atau jajanan.

Pendidikan keluarga

Pendidikan keluarga sangat penting dalam memupuk karakter anak. Segala kejahatan dan ancaman terhadap anak dapat dicegah dengan memberikan edukasi kepada anak terhadap hal-hal berbau negatif.

Untuk mencegah hal tersebut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) meminta para orang tua untuk mengenali teman sepermainan anak yang bertujuan mencegah terjadinya tindak pedofilia.

"Orang tua harus mengenali teman sepermainan anak-anak kita dan juga harus memberi tahu mana bagian tubuh anak yang boleh dipegang orang lain dan mana yang tidak boleh," ujar Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Kemdikbud, Sukiman, seperti dikutip Arah.com.

Orang tua juga harus memastikan anak-anak yang berusia di bawah delapan tahun dalam pengawasan saat bermain. Orang tua harus meningkatkan komunikasi positif dengan anak sehingga ia terbuka untuk menceritakan semua pengalamannya.

Psikolog Ratih Ibrahim menyatakan, para orangtua harus memahami bahwa anak harus dijaga, diberikan rasa aman, dan dilindungi. Menurutnya, banyak orangtua yang tidak peka terhadap lingkungan bermain anaknya, kebiasaan anaknya, dan tidak menjaganya. “Kalau orangtua sudah menanamkan pikiran bahwa anak adalah aset pasti akan dijaga," ujarnya.

Untuk itu, ada beberapa cara mencegah anak-anak menjadi korban pedofilia, yakni:

  • Peran serta masyarakat. Masyarakat harus peka dan mengetahui apa yang terjadi di lingkungannya, jika ada yang membahayakan atau tidak wajar terhadap anak-anak.
  • Kesadaran orangtua bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga, dilindungi, dan memastikan lingkungan sekitar bermain anak.
  • Jangan memposting foto anak di media sosial. Saat ini sudah sistem digital, apapun bisa diakses melalui internet. "Sebaiknya jangan memposting foto anak Anda, karena akan menjadi incaran bagi predator anak," ujar Ratih.
  • Paradigma, bahwa kita adalah bagian dari mereka (anak-anak) dan memiliki tanggungjawab kepadanya. Sehingga jika ada tindakan yang dianggap tidak wajar atau pedofilia dapat segera melaporkan ke polisi. "Jangan diam saja, itu namanya pembiaran," kata Ratih.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini