icon-category Sport

3 Faktor Keterpurukan Man United Jelang Akhir Musim

Bagikan :

Manchester United mengalami keterpurukan jelang berakhirnya musim 2018/2019. Rentetan hasil buruk itu membuat peluang The Red Devils lolos ke Liga Champions musim depan menipis.

Sejak ditinggal Sir Alex Ferguson pada akhir musim 2012/2013, Man United memiliki begitu banyak persoalan dalam taktik bermain hingga tampak begitu mudah ditumbangkan.

Terhitung mulai musim 2013/2014, Man United tidak pernah lagi meraih gelar juara Liga Inggris. Prestasi terbaik The Red Devils menempati peringkat kedua liga pada musim lalu. Meski begitu dalam lima musim belakangan Man United masih bisa meraih empat trofi, termasuk Liga Europa.

Performa naik turun Man United kembali terjadi di musim ini, terutama di Liga Primer Inggris sejak awal musim. Setan Merah juga sempat terseok-seok di Liga Champions.

Belanja pemain yang mencapai angka £64,35 juta tidak juga menunjukkan progres signifikan. Dalam sejumlah pertandingan, tim yang awalnya diasuh Jose Mourinho diklaim tampil lebih bertahan dan bermain membosankan.

Kekalahan dari Everton jadi kedua beruntun bagi Man United.Kekalahan dari Everton jadi kedua beruntun bagi Man United. (REUTERS/Andrew Yates)

Puncaknya Mourinho didepak pada Desember 2018 setelah pengundian babak 16 besar Liga Champions. Manajemen Man United bergerak cepat dengan merekrut legenda Setan Merah, Ole Gunnar Solskjaer, sebagai manajer sementara.

Mendatangkan Solskjaer sempat menjadi angin segar untuk Man United saat meraih delapan kemenangan beruntun di semua kompetisi dan tidak terkalahkan dalam 10 laga di semua ajang.

Permainan Man United yang awalnya disebut lebih senang bertahan mulai berani bermain menyerang seperti era Alex Ferguson.

Tetapi, ujian pertama tiba ketika Marcus Rashford kalah 0-2 dari Paris Saint-Germain di leg pertama babak 16 besar Liga Champions. Beruntung bagi Man United, magis Solskjaer terjadi ketika menang 3-1 pada leg kedua di Paris.

Solskjaer disebut jadi salah satu faktor keterpurukan Man United.Solskjaer disebut jadi salah satu faktor keterpurukan Man United. (Reuters/Jason Cairnduff)

Sayangnya, lolos ke perempat final Liga Champions seperti pintu keterpurukan Man United menjelang akhir musim. Setelah itu Man United menelan dua kekalahan beruntun. Dari 19 laga sebagai caretaker, Solskjaer meraih 14 kemenangan dan tiga kali kalah.

Torehan ciamik sebagai manajer sementara membuat Solskjaer diangkat sebagai manajer tetap dengan kontrak tiga tahun pada akhir Maret.

Ironis, setelah menjadi manajer permanen performa Man United justru jeblok di tangan Solskjaer. Dari enam laga sebagai manajer permanen, Solskjaer hanya bisa mempersembahkan dua kemenangan dan menelan empat kekalahan.

Berikut tiga faktor keterpurukan Man United dikutip dari Sportskeeda:

1. Lemah di Lini Belakang

Man United disebut memiliki lini belakang terburuk dalam satu dekade belakangan. Setelah ditinggal duet Nemanja Vidic dan Rio Ferdinand, Man United belum lagi menemukan duo bek tengah dengan kemampuan tangguh.

Beberapa kali Man United berganti pemain belakang mulai dari Marcos Rojo, Daley Blind, Chris Smalling, Phil Jones, Victor Lindelof, hingga Eric Bailly, tetapi performa pemain itu tidak kunjung konsisten. Posisi bek sayap yang diisi Luke Shaw, Ashley Young, dan Antonio Valencia juga tidak memberikan kepuasan.

3 Faktor Keterpurukan Man United Jelang Akhir Musim

2. Manajer Minim Pengalaman

Selama ditangani Solskjaer, Man United dianggap lebih banyak bermain dengan semangat ketimbang taktik dan strategi. Karena itu, Solskjaer tidak bisa disejajarkan dengan Pep Guardiola, Juergen Klopp, atau Maurizio Sarri yang lebih banyak meraih kemenangan.

Untuk bisa meraih prestasi, Man United harus memiliki manajer yang tahu cara memenangi setiap posisi di lapangan.

3. Tengah dan Depan Kurang Berkontribusi 

Sektor tengah dan depan jadi salah satu pekerjaan rumah bagi Man United untuk saat ini. Kedua lini itu belum menunjukkan performa maksimal. Di depan, Romelu Lukaku, tidak lagi tampil ganas dan penampilan yang konstan.

Marcus Rashford sempat memberi asa untuk The Red Devils, tapi pemain 21 itu belum siap jadi tumpuan bagi Man United. Di lini tengah, Paul Pogba boleh saja jadi gelandang produktif, tetapi pemain lini tengah lainnya macam Fred, Scott McTominay, hingga Nemanja Matic kerap kesulitan mengimbangi permainan para gelandang tim lawan.

Berita Terkait

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini