Sponsored
Home
/
Sport

Demi Gelar, Pemain Muda Tottenham Mungkin Harus Pindah

Demi Gelar, Pemain Muda Tottenham Mungkin Harus Pindah
Preview
Tabloid Bola26 April 2017
Bagikan :

Bila dikerucutkan pada 10 tahun terakhir, kebanyakan pemenang PFA Young Player of the Year mempunyai karier bagus.

Kesuksesan Cristiano Ronaldo tak memerlukan pemaparan lagi. Bahkan saat masih di Manchester United, ia sudah menunjukkan bakat yang membawa Iblis Merah meraih sekian banyak gelar.

Cesc Fabregas masih tampil bagus di Premier League usai pindah dari Barcelona, walau tak lagi berada di Arsenal.

Ashley Young saat ini atau di sebagian besar musim hanya menjadi cadangan Manchester United, tapi sudah merasakan gelar bersama The Red Devils seusai pindah dari Aston Villa.

Kesuksesan setelah pindah dari Villa juga dirasakan James Milner di Manchester City. Milner saat ini menjadi andalan Liverpool dan berusaha membawa The Reds meraih gelar.

Jika ukurannya trofi, tiga dari empat pemain Tottenham di lima musim terakhir yang justru tak meraihnya. Alli adalah salah satunya.

Hanya Gareth Bale, peraih anugerah Pemain Muda Terbaik saat memperkuat Spurs, yang meraih gelar. Namun, ia baru bisa merasakan kenikmatan mengangkat piala setelah pindah ke Real Madrid dari White Hart Lane.

Gelandang Tottenham Hotspur, Gareth Bale, melakukan selebrasi seusai mencetak gol kemenangan timnya atas Sunderland dalam laga lanjutan Liga Inggris 2012-2013 di Stadion White Hart Lane, London, (19/5/2013).
Preview
Gelandang Tottenham Hotspur, Gareth Bale, melakukan selebrasi seusai mencetak gol kemenangan timnya atas Sunderland dalam laga lanjutan Liga Inggris 2012-2013 di Stadion White Hart Lane, London, (19/5/2013). (IAN KINGTON/AFP)

Cermin Le Tissier

Mundur sepuluh tahun lagi, pemain-pemain belia terbaik menurut Professional Footballers’ Association (PFA) itu juga merasakan gelar. David Beckham dan Wayne Rooney mengalaminya bersama Man United.

Steven Gerrard dan Harry Kewell tak pernah mengangkat trofi Premier League, tapi bisa merasakan sejumlah titel bersama Liverpool, termasuk Liga Champions 2005. Sebagai catatan, Kewell dianggap belia terbaik saat masih di Leeds.

Karier Nicolas Anelka, terbaik pada 1998-1999, mungkin lebih berwarna. Striker Prancis itu berandil besar dalam gelar Premier League yang direngkuh Arsenal semusim sebelumnya.

Anelka mengangkat berbagai trofi di berbagai klub di sejumlah negara.

Baca Juga:

Scott Parker, penerima gelar Pemain Muda Terbaik saat bermain di Charlton dan kemudian Chelsea di setengah musim berikutnya, beruntung bisa merasakan gelar Piala Liga bersama The Blues.

Dua pemain yang menjadi pemain belia terbaik Inggris saat berseragam Newcastle, Craig Bellamy dan Jermaine Jenas, juga merasakan gelar Piala Liga setelah hengkang dari St. James’ Park, masing-masing bersama Liverpool dan Tottenham.

Pada masa sebelumnya, kelanjutan karier pemain terbaik versi Asosiasi Pesepak Bola Profesional itu tak selalu bagus. Ryan Giggs tentu tak bisa dijadikan patokan ketidaksuksesan.

Sayap asal Wales itu malah peraih gelar terbanyak di antara para alumni pemain belia terbaik. Ian Rush juga layak dipilah sebagai salah satu mantan pemain muda terbaik yang mereguk kesuksesan multigelar bersama Liverpool.

PFA Young Player ini diberikan sejak 1973-1974. Kevin Beattie, bek tengah Ipswich saat itu, adalah penerima perdana.

Prestasinya lumayan. Ia meraih Piala FA 1978 dan Piala UEFA 1981. Hanya, setelah 1981, Beattie tampil di sejumlah klub kecil, termasuk di Skandinavia.

Setelah Beattie, banyak pemain yang mengantungi gelar, walau sebagian besar bukan Liga Inggris. Matthew Le Tissier mungkin yang paling merana, tapi karena alasan khusus.

Pemain muda terbaik 1989-1990 ini tak merasakan sebuah gelar pun. Keputusannya tak pindah dari Southampton ke klub Premier League lainnya adalah alasan nirgelar pria asal St. Peter Port, Guernsey, itu.

Gelandang Southampton, Matthew Le Tissier (kanan) dan rekan setimnya, Chris Marsden, merayakan gol dalam laga Piala Worthington di Stadion The Dell, Southampton.
Preview
Gelandang Southampton, Matthew Le Tissier (kanan) dan rekan setimnya, Chris Marsden, merayakan gol dalam laga Piala Worthington di Stadion The Dell, Southampton. (JULIAN HERBERT/ALLSPORT)

Nasib Le Tissier bisa jadi berbeda jika ia menerima pinangan klub yang lebih mapan daripada Soton. Selama berada Stadion di St. Mary's, isu pendekatan klub lain tak jarang menghiasi media.

Le Tissier kerap dikenal sebagai pengatur serangan jempolan. Pilihan loyalitas mendapatkan ganjarannya tersendiri.

Jika dikaitkan dengan beberapa pemain Tottenham saat ini, Le Tissier dapat menjadi cermin bagus.

Kepindahan ke klub yang memiliki tradisi juara lebih kental daripada Spurs bisa memperbesar kans mengangkat trofi, tentu dengan kondisi The Lilywhites kembali gagal merebut sebuah titel pun musim ini.

Sulit menyebut talenta Kyle Walker, Harry Kane, dan Alli tidak bagus. Ketiganya memiliki kapasitas untuk mereguk kesuksesan, tepatnya berbentuk trofi, bersama klub mana pun.

Le Tissier juga bisa menjadi patokan bagus trio Spurs itu bila memang memilih kesetiaan. Bila ukurannya gaji besar dan ketenaran, para pemain muda Tottenham peraih anugerah pesepak bola muda terbaik di Inggris bisa dianggap berhasil.

Loyalitas adalah hal lain. Pada akhirnya, anak-anak muda Tottenham mesti memilih salah satu di antaranya.

 

populerRelated Article